JAKARTA, KOMPAS.com — Penerapan Kurikulum 2013 dianggap
hanya sekadar formalitas. Semuanya tampak dari minimnya persiapan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menerapkan kurikulum
tersebut di semua sekolah.
Ketua Dewan Pertimbangan Federasi
Serikat Guru Indonesia (FSGI) Itje Chodijah menuturkan, Kurikulum 2013
telah menuai protes dan kritik. Proses penyusunan desainnya dinilai
tidak transparan. Selain itu, proses uji publik juga dinilai asal-asalan
serta minim sosialisasi.
Hal ini berbeda dengan perubahan
kurikulum pada era Orde Lama dan Orde Baru. Pada era tersebut, perubahan
kurikulum dilakukan sangat hati-hati melalui proses dialog, analisis,
dan uji coba.
"Dari berbagai macam diskusi dan refleksi tentang
mereka yang terlibat dalam desain Kurikulum 2013, tampak jelas tidak ada
koordinasi yang baik antara desain awal dengan tim teknis, baik untuk
buku cetak maupun sistem evaluasi. Persiapan yang tidak matang jelas
merugikan pendidikan nasional," kata Itje dalam acara catatan akhir
tahun pendidikan 2013 di kantor LBH Jakarta, Kamis (2/1/2014).
Selanjutnya,
Itje juga membeberkan bobroknya sisi penerapan Kurikulum 2013 yang
tecermin dari keterpaksaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menurunkan target implementasi, yang semula 30 persen dari total sekolah
menjadi hanya 2 persen (6.213 sekolah).
Selain itu, buku diktat
dan buku teks juga terlambat dicetak dan didistribusikan ke
sekolah-sekolah sehingga berdampak pada penundaan pelatihan guru. Pada
tingkat implementasi, kata Itje, banyak guru bingung saat menerapkan
Kurikulum 2013 di kelas. Guru pendamping yang dijanjikan hadir di kelas
ternyata baru hadir pada November 2013, atau terlambat tiga bulan dari
jadwal semula.
Hal ini diperparah banyaknya sekolah yang
ditunjuk mengimplementasikan kurikulum tersebut, tetapi tidak memiliki
buku panduan penerapan Kurikulum 2013. "Ada juga masalah penilaian dan
pengisian buku rapor. Hal itu terjadi karena adanya perubahan model
penilaian, tapi perubahannya tidak diberikan pada saat pelatihan,"
pungkas Itje.
Sebelumnya, FSGI juga menyatakan banyaknya
permasalahan pendidikan pada 2013. Selain kurikulum, masalah lainnya
adalah korupsi dan pungutan liar, keterlambatan pelaksanaan ujian
nasional, ancaman diberangusnya hak guru dalam berorganisasi, rendahnya
kualitas buku ajar, sampai banyaknya kasus kekerasan di lingkungan
sekolah dan kampus.