JAKARTA - Sekretaris
Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti
mengungkap sejumlah fakta terkait implementasi kurikulum 2013. Fakta ini
terungkap setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara
tergesa-gesa tahun ajaran baru 2013 lalu.
"Ketidaksiapan dalam desain awal membuat
banyak sisi penerapan Kurikulum 2013 bermasalah. Hal ini tecermin dari
terpaksanya Kemdikbud menurunkan target implementasi, yang semula 30
persen dari total sekolah menjadi 2 persen (6.213 sekolah) saja," kata
Retno Listyarti saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/1).
Masalah-masalah lain yang terjadi di
antaranya minimnya sosialisasi mengenai konsep kurikulum baru, buku
diktat dan buku teks terlambat dicetak dan didistribusikan ke
sekolah-sekolah. Keterlambatan pengadaan buku berdampak tertundanya
pelatihan guru karena buku itulah yang menjadi salah satu materi
pelatihan.
"Pada tingkat implementasi, banyak guru
bingung saat menerapkan kurikulum 2013 di kelas, guru pendamping yang
dijanjikan hadir di kelas-kelas ternyata baru hadir pada november 2013,
molor 3 bulan," sebutnya.
Kemudian, terjadi kekurangan buku di
sekolah sasaran yang ditunjuk. Bahkan ada sekolah sasaran yang sama
sekali tidak mendapatkan buku kurikulum 2013 sampai november 2013,
misalnya 3 sekolah dasar (SD) di wilayah Ciputat (Banten).
Ada juga sebuah SMP di Depok (Jawa Barat)
yang menjadi sekolah sasaran hanya mendapatkan 8 buku mata pelajaran
IPA, padahal jumlah muridnya 100 orang. Di berbagai SMA di DKI Jakarta
yang merupakan sekolah sasaran juga kekurangan buku dengan jumlah antara
40 – 80 buku untuk 3 mata pelajaran.
Belum lagi sejumlah masalah terkait
penilaian dan pengisian buku rapor. Hal itu terjadi karena adanya
perubahan model penilaian, tapi perubahannya tidak diberikan pada saat
pelatihan. Format rapor juga sangat terlambat diterima pihak sekolah.
"Akhirnya sejumlah sekolah sasaran di
Jakarta memutuskan menunda pembagian rapor kelas X, seperti terjadi di
SMAN 13, SMAN 41, SMAN 100," tandas Retno.(Fat/jpnn)